DINAMIKA KEPEMIMPINAN INDONESIA
DULU & KINI
Dalam setiap pergantian kepemimpinan baik didaerah maupun nasional selalu ada harapan tinggi dari seluruh kalangan masyarakat untuk membawa daerah/ lembaga yang dipimpinnya kepada kondisi yang baik bahkan lebih baik. Kondisi baik atau lebih baik bisa setidaknya bisa digambarkan dengan beberapa hal berikut yakni terjaminnya keamanan dan kenyamanan lingkungan kehidupan/aktivitas, masyarakat yang sejahtera dengan kuatnya roda perekonomian/ ketahanan ekonominya, serta jaminan kesehatan yang merata dan menyeluruh. Jika indikator-indikator tersebut diatas dapat terwujud dan terpenuhi maka seorang pemimpin sudah cukup dikatakan berhasil bahkan sudah berhasil. Namun yang menjadi pertanyaan besar saat ini adalah, sudah berapa banyakkah pemimpin yang berhasil tersebut?
Saya beropini bahwa pemimpin yang baik dan hebat adalah mereka yang berkelakuan (teladan) baik, good ideas, memiliki konsep program kerja yang jelas, logis dan realistis serta memihak kepada seluruh kalangan masyarakat, bijaksana, solutif dan memiliki hubungan yang baik (harmonis) dengan seluruh aparatur dan masyarakatnya. Namun dominan yang terjadi, cita-cita ideal tersebut seringkali dihambat dan diruntuhkan sejak langkah awal yakni pada momentum pragmatis seperti pada masa-masa kampanye dan menjelang pemilu dengan praktik suap dan serangan fajar. Yang pada mulanya tujuan diterapkannya demokrasi langsung adalah cita-cita mulia untuk memilih tokoh-tokoh teladan dan layak secara langsung dengan hati nurani masing-masing hak pilih, namun oleh sekelompok orang-orang rakus dan tamakl tujuan-tujuan tersebut dibelotkan, dirusak dan diberangus sehingga lambat laun keadaan tersebut merusak karakter masyarakat menjadi manusia bermental lemah, pragmatis, tidak jujur dan pengecut. Akan menjadi bencana jika hal seperti ini tetap saja dibiarkan. Namun kembali keawal jika memang seseorang calon pemimpin layak dan memiliki keahlian-keterampilan khusus yang dapat diimplementasikan dalam kepemimpinannya, itu akan dengan lebih mudah merebut hati dan simpati masyarakat untuk mengantarkannya kepada singgahsana tentunya tak lupa dengan promisi dan public approach yang massif, intens dan strategis.
Pada dasarnya dalam setiapjabatan yang diemban terdapat tanggungjawab dan risiko yang besar bahkan sangat besar terutama seorang pemimpin. Namun demikian malah sebagian orang bertarung mati-matian demi menjadi seorang pemimpin yang tentunya memiliki motivasi dan tujuan masing-masing yang entah itu untuk kewibawaan-kehormatan, faktor ekonomi atau murni untuk mengabdikan diri dengan memanfaatkan kemampuan dan keterampilannya untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.
Jika kita mencoba membandingkan para tokoh pemimpin Indonesia dahulu hingga kini pastinya akan jauhsangat berbeda walaupun secara idealisme bisa saja sama namun secara gairah dan mental perjuangan pastisangat berbeda karena zaman dan generasi yang semakin berkembang dan maju, jawabannya pasti kalau dahulu pra dan awal kemerdekaan adalah generasi perang fisik-pertumpahan darah hingga pertaruhan hidup atau mati tetapi para pemimpin kini berperang dengan hawa nafsu, keszaliman, KKN, terorisme hingga ancaman-ancaman yang bisa merenggut Idealisme, falsafah hingga kedaulatan NKRI secara fisik maupun psikis.
Jika kita nerenungi hakikat dan tujuan memperjuangkan kemerdekaan dan hingga tercapai secara de jure, sedangkan periode kini adalah periode dimana para pemimpin memikul amanah dan tanggungjawab besar meneruskan cita-cita para pahlawan yang telah berjuang hingga gugur.
Maju atau hancurnya NKRI berada pada benak, fikiran dan pundak anak bangsa kini. Namun bagaimanakah fakta dan realita berbicara? Sejak sepuluh tahun terakhir, ada sembilan menteri, sembilan belas gubernur, empat puluh lima menteri dan sedikitnya dua ratus walikota/bupati yang terjerat kasus korupsi. (Wapres Jusuf Kalla pada KOMPAS edisi sabtu, 9 April 2016 Hal-1 kolom : 5). Jadi, itulah faktanya.
Dari sekian banyak tokoh elit nasional maupun daerah memang ada beberapa orang yang diidolakan dan terbukti berhasil menunjukkan dan menerapkan konsep-konsep mereka sehingga atas kinerja-kinerja mereka tersebut secara tidak langsung mengundang dan memperoleh simpati dan apresiasi dari masyarakatnya. Namun apakah itu sebanding dengan jumlah mereka yang menyebabkan suramnya negeri ini? KKN, Pelanggaran HAM, pelanggaran etika dan norma, sehingga bisa disimpulkan bahwa saat ini Indonesia sedang krisis (keteladanan) pemimpin.
Pilkada serentak tahap pertama telah bergulir 2015 lalu. Namun ironisnya, dari ratusan orang mereka yang dilantik dan disumpah, baru beberapa bulan saja menjabat ada beberapa orang yang terjerat bermacam-macam kasus pidana. Selanjutnya, Pilkada serentak tahap kedua akan bergulir 2017 mendatang, bahkansejumlah tokoh sudah bersiap dengan mengenalkan-mempromsikan diri kepada khalayak publik. Semoga saja mereka yang terpilih nanti tidak menambah daftar kekecewaan publik yang telah memilih mereka. Namun selain itu, sebagai warga negara yang baik, kita dianjurkan untuk berfikir dan merenungi keadaan negara kita ini. Karena dimasa mendatang tidak menutup kemungkinan bahwa salah satu diantara kita ada yang menjadi bagian dari perubahan-kemajuan negeri ini.
Depok, April 11th, 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar